Kamis, Februari 04, 2010

Demonstrasi adalah Atribut Demokrasi

Presiden SBY ternyata sangat resah terhadap munculnya Kerbau bertuliskan "SBY" yang digunakan sebagai alat peraga dalam demo 28 Januari 2010 lalu, dalam rangka peringatan 100 hari KIB II. Sebetulnya kalau bicara tata krama memang sangat keterlaluan, bayangkan presiden sebagai simbol negara figurnya dianalogikan dengan kerbau. Tapi kalau disimak sistem demokrasi yang sekarang berlaku di tanah air kita memang sudah kebablasan, bayangkan Pemilu belum mulai, polling sudah menyatakan siapa bakal pemenangnya, pencontrengan belum selesai, diambil random entah darimana sudah bisa dinyatakan pemenang pemilu secara lengkap. Alangkah menyedihkannya kalau lembaga polling bisa diatur oleh yang berkuasa atau yang punya uang; Walhasil pemilu pasti pemenangnya akan yang itu-itu saja, apa bedanya dengan Orde Baru yang sudah kita reformasi lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Hal yang paling prinsip dalam pemilu itu adalah kedaulatan rakyat bisa tersalurkan secara apa adanya. Sehebat-hebatnya sistem pemilu mau itu sistem daftar terbuka atau tertutup, mau sistem distrik atau proporsional; yang paling penting adalah "JANGAN ADA KECURANGAN SAMA SEKALI!" Siapa bilang sistem proporsional di zaman Pak Harto itu buruk, atau sistem pemilihan langsung seperti sekarang ini lebih baik. Kalau kedua-duanya dilaksanakan dengan cara yang sama, penuh dengan manipulasi maka hasilnya akan sama saja, kedua-duanya merupakan pemilu yang mengkhianati kedaulatan rakyat.

Sekarang ini sistemnya saja dirasakan lebih demokratis atau liberal, tapi ternyata mental penyelenggara pemilu masih sama saja, kecenderungan manipulasi sangat tinggi. Saat ini semua menikmati liberalisasi pemilu, tetapi tidak diimbangi dengan sikap yang elegan. Semua ingin menang tanpa memerdulikan halal atau haram caranya. Inilah hasil yang sedang dinikmati oleh para pemenang pemilu yang ada di Senayan. Masyarakat dituntut untuk bersikap elegan, tetapi disisi lain tontonan yang mereka sajikan kepada rakyat jauh dari norma-norma kenegarawanan, mereka sangat menikmati liberalisasi sistem demokrasi tanpa diimbangi norma-norma kedemokratan. Kalau SBY menikmati kemenangan Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu 2009 dan juga kemenangan dirinya sebagai presiden 2009-2014 itu adalah berkat sistem demokrasi liberal yang kita anut secara sebebas-bebasnya. Semestinya konsekuensi logis adanya demo-demo yang bersifat liberal seperti menggunakan kerbau sebagai alat peraga harus bisa diterima. Para pendemo sudah tidak boleh lagi ditangkap karena dianggap menghina presiden. Mereka hanya boleh dihukum kalau bertindak anarkhi. Kita masih ingat bagaimana George W. Bush dianalogikan oleh para pendemo sebagai “demon” (iblis), hal itu di Amerika biasa saja, karena mereka menganut demokrasi liberal. Di Amerika pemilihan langsung “one man one vote” hanya sampai pada tingkat pemilihan gubernur negara bagian, pemilihan presiden dilakukan melalui “electoral college”; Di negara kita semua dilakukan secara langsung tanpa kecuali, artinya demokrasi kita lebih liberal daripada Amerika. Karena demo merupakan bagian dari sistem demokrasi, para pemimpin tidak boleh marah atau tersinggung apabila ada demo yang terkesan mengkritisi dirinya pribadi.


Roy B.B. Janis