Kamis, Desember 18, 2008

Partai Demokrasi Pembaruan

Nomor Urut Partai Peserta Pemilu 2009 : 16

Website : http://www.pdp.or.id

Visi

Mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia berdasarkan Pancasila.

Tujuan

  1. Mewujudkan kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar pada Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Mendapatkan kekuasaan politik dengan cara konstitusional dan demokratis.

SATU TAWARAN PEMBARUAN

PARTAI Demokrasi Pembaruan atau PDP adalah salah satu partai politik baru yang akan meramaikan Pemilu 2009. Partai yang bisa disebut sebagai pecahan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P itu mencoba menawarkan pembaruan partai politik.

PDP menentang oligarki dan feodalisme yang berkedok demokrasi. PDP menilai, saat ini reformasi dilakukan di berbagai bidang, tetapi justru belum dilakukan di bagian hulu, yaitu partai politik. Banyak yang memakai kata demokrasi, tetapi sesungguhnya ujung-ujungnya masih menerapkan feodalisme dan oligarki.

Pelaksana Harian Pimpinan Kolektif Nasional (PKN) PDP Roy BB Janis saat ditemui di Kantor PKN PDP, pekan lalu, menyampaikan gagasan itu.

Apa sesungguhnya yang mendorong Anda bersama PKN lain mendirikan PDP?

Dilihat dari sejarahnya, partai ini didirikan oleh eks PDI-P yang saat Kongres PDI-P di Bali awal tahun 2005 memiliki perbedaan pandangan tajam soal cara-cara berdemokrasi di dalam partai. Kami menilai, PDI-P sebagai partai modern masih menjalankan cara berdemokrasi bergaya lama yang ketinggalan zaman, yaitu memberi hak prerogatif yang bersifat mutlak kepada ketua umumnya dan sistem calon tunggal. Soeharto saja sebagai presiden sudah kita koreksi, tidak boleh mempunyai kekuasaan mutlak. Tetapi, di partai masih dipraktikkan.

Kami juga menginginkan ada evaluasi besar-besaran dalam Kongres karena PDI-P mengalami kekalahan beruntun, mulai dari pemilu DPR, pemilu presiden, dan juga pemilihan pimpinan MPR/DPR. Namun, Kongres tidak melakukan itu.

Eks PDI-P yang mendukung PDP antara lain Abdul Madjid, Noviantika Nasution, Laksamana Sukardi, Didi Supriyanto, dan Arifin Panigoro. Sebelum meninggal, Pak Roeslan Abdul Gani juga mendukung kami.

Lalu apa yang membedakan PDP dengan partai lain?

Salah satu kekhasan PDP dibandingkan dengan partai lain adalah struktur kepengurusannya yang bersifat kolektif, mulai dari tingkat nasional sampai desa. Tidak ada lagi pengurus yang mempunyai kekuasaan mutlak sendirian. Pimpinan Kolektif tingkat nasional berjumlah 35 orang, tingkat provinsi 27 orang, tingkat kabupaten/kota 23 orang, kecamatan 15 orang, dan kelurahan/desa 6 orang. Pimpinan Kolektif dipilih dalam konferensi sesuai tingkat masing-masing.

Proses pengambilan keputusan dalam Pimpinan Kolektif didasarkan pada sistem one man one vote. Tidak ada satu pun unsur pimpinan yang diberi hak veto. Semua garis kebijakan partai pun harus ditentukan melalui rapat pleno Pimpinan Kolektif. Jadi, saya ini suaranya hanya 1/35.

Pada awalnya, banyak ahli organisasi yang meragukan sistem ini. Tetapi, setelah dilaksanakan sekian lama, ternyata cukup efektif. Meskipun semua kebijakan partai ditentukan secara kolektif, implementasinya tetap bisa dilaksanakan dengan cepat karena ada Pelaksana Harian. Jalur eksekutif ini dipilih Pimpinan Kolektif setiap lima tahun sekali dan dievaluasi setiap tahun. Manfaat terbesar yang paling dirasakan adalah tidak ada lagi ketergantungan pada orang. Kita hanya bergantung pada sistem. Konon, banyak yang bergabung juga karena Pimpinan Kolektif ini.

Bukankah sebagai pecahan partai jarang yang mendapatkan suara besar?

Jawabnya gampang saja. PDI-P itu pecahan PDI. Partai Kebangkitan Bangsa itu pecahan Partai Persatuan Pembangunan. Jadi, teori itu tidak benar dan bisa dibantah.

Kecenderungan suara PDI-P yang naik dalam berbagai survei, hal itu juga lebih disebabkan buruknya kinerja pemerintahan. Dengan terungkapnya berbagai kasus korupsi belakangan ini, seperti diungkapkan Agus Condro, hal itu akan memengaruhi suara PDI-P. Demikian juga dengan kasus gas Tangguh.

Bagaimana dengan kasus korupsi yang melibatkan Koordinator PKN Laksamana Sukardi?

Laksamana memang berstatus tersangka. Tetapi, sesungguhnya unsur kerugian negara sudah sulit dibuktikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Kejaksaan Agung. Karena itu, saya meminta agar kasus ini segera diselesaikan, jangan terus dijadikan untuk menyandera.

Dengan adanya kepengurusan yang kolektif, PDP juga masih tetap eksis. Hal ini juga tidak memengaruhi pendukung PDP, terbukti PDP lolos verifikasi dan semakin hari pendukungnya semakin bertambah.

Sebelum Pemilu 2009, PDP menargetkan bisa membentuk struktur partai sampai tingkat kelurahan dan desa yang apabila seluruhnya terisi berjumlah dua juta orang. Sampai saat ini kami juga telah mendata kartu tanda anggota sebanyak lima juta. PDP tidak akan langsung hebat, tetapi lebih bersih, lebih berkualitas. Masih butuh bukti. Lihat saja.


Sumber : http://www.pemiluindonesia.com/parpol/partai-demokrasi-pembaruan.html

Kamis, Juni 26, 2008

Peluncuran Buku Roy B.B. Janis “Wapres: Pendamping atau Pesaing?”

Buku “Wapres: Pendamping atau Pesaing?” Sukses Diluncurkan, Roy Dinilai Politisi Yang Idealis

Rabu, 25 Juni 2008 19:40:34

Jakarta, (PDP). Peluncuran buku buah karya H Roy BB Janis, SH. MH yang juga Ketua Pelaksana Harian Pimpinan Kolektif Nasional Partai Demokrasi Pembaruan (PKN PDP) di Hotel Bumi Karsa Bidakara, Jakarta siang tadi pada pukul 14.00 WIB hingga selesai pada pukul 17.00 sukses dilaksanakan.

Peluncuran buku yang berjudul “Wapres Pendamping atau Pesaing? dihadiri tokoh nasional, sejarawan dan para politisi beken seperti, Aksa Mahmud, AM Fatwa (keduanya wakil ketua MPR RI), Des Alwi (Sejarawan),Halidah Hatta (Putri Bung Hatta, wakil presiden RI pertama. Para tokoh tersebut juga diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan seputar peran wakil presiden mulai dari Moh. Hatta sampai Jusuf Kalla.

Peluncuran buku Roy, juga dihadiri PKN PDP, Ir. H Laksamana Sukardi, KRHT H Didi Supriyanto, SH, Noviantika Nasution, dr Sukowaluyo Mintorahardjo, Petrus Selestinus, SH, Faturrahman, Mawinng Goso, Abdul Khalik Ahmad, Max Lau Siso, Potsdam Hutasoit dan Andi Mutazim. Tidak lupa pula tokoh nasionalis dan sesepuh PDP H Abdul Madjid yang terlihat masih kuat mengikuti acara dari awal sampai akhir.

Tampak juga, Jajaran pengurus PKP PDP DKI Jakarta, Zulkifli Ferry Nasution, Riyaldi Habib, Beny Sudjanto, Koesnadi, Kisman, M. Rafik, Fernando, Ria Subandria dan Fabian. Terlihat juga pengurus PKK Jakarta Selatan, Jakarta Timur berikut pengurus PK Kecamatan di masing-masing wilayah.

Buku dibedah oleh para pakar politik, Sukardi Rinakit, Eep Saefullah Fatah yang dipandu Efendi Ghazali, presenter terkenal di Republik BBM di salah satu stasiun televisi.

Sebelum memasuki sesi bedah buku, para tokoh politik secara bergiliran menyampaikan apresiasi yang mendalam terhadap gagasan brilian yang disajikan Roy BB Janis dalam buku itu. AM Fatwa misalnya, begitu terkesan dengan kharakter politik Roy yang dianggap mempunyai prinsip, idealisme dan komitmen yang tinggi.

“Saya anggap beliau punya komitmen terhadap idealisme yang diyakini. Karena komitmen dan kharakter, akhirnya Roy bisa bangkit dan mendirikan partai. Kharakter dan komitmen itu kemudian menimbulkan keberanian dan tekad yang kuat. Itu yang paling penting,”puji politisi yang berani bersebarangan dengan pemerintah sejak Orde Baru berkuasa ini.

Fatwa yang sudah mengetahui betul latarbelakang Roy yang sejak awal berjuang di PDI-P, kemudian berani berseberangan dengan kepemimpinan Megawati hanya karena mempertahankan prinsip dan idealismenya.

Sementara, Aksa Mahmud menyoroti peran wakil presiden lebih tepat sebagai pendamping yang dinamis. Wakil presiden, katanya, mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun negara. Karena itu, sangat tepat apa yang dikatakan Roy dalam bukunya bahwa jika peran presiden dan wakil presiden lebih efektif, maka keduanya harus dari satu partai yang sama.

Halidah Hatta pun mengakui bahwa peluncuran buku Roy ini bukan sekedar menghiasi khazanah intelektual di ranah politik, tapi buku yang banyak membahas peran dinamis wakil presiden itu setidaknya menjadi cerminan perpolitikan di Indonesia.

Usai acara sambutan, Roy menggunting pita sebagai tanda peluncuran buku dimulai Kemudian memberikan buku satu persatu kepada para tokoh politik termasuk Mbah Madjid dan Laksamana.

“Buku ini merupakan pengembangan skripsi saya pada tahun 1984 yang sekarang ini baru bisa diterbitkan menjadi sebuah buku,”ujar alumnus Universitas Indonesia ini sambil mengucapkan terima kasih kepada tim editor yang terlibat dalam penulisan.

Yang jelas gagasan dan pemikiran yang tertuang di dalam buku Roy itu, memberikan pembelajaran politik yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. (ga)

Sumber: http://www.pdp.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=2535