Rabu, Januari 21, 2009

Bukan Hanya Memilih Figur Pribadi Calon Presiden

Orientasi terhadap figur di Indonesia adalah pemikiran yang cenderung pada pola paternalistik, dan bahkan lebih jauh lagi sering terjebak pada feodalisme. Berbeda dengan di Amerika yang demokrasinya sudah tumbuh secara murni berdasarkan prinsip egalitarian.

Indonesia sudah 63 tahun merdeka tetapi tidak pernah stabil pemerintahannya karena tergantung kepada figur pribadi para presiden-nya: Presiden tidak lagi berfungsi sebagai kepala pemerintahan atau kepala negara, melainkan diperlakukan sebagai seorang raja.

Oleh sebab itu kepemimpinan Indonesia mendatang tidak boleh lagi tergantung kepada figur, tetapi kepada sistem ataupun teamwork. Jadi, apabila nanti ada calon presiden, maka dia tidak boleh hanya sendiri, sudah harus diketahui siapa wakil presiden dan siapa anggota kabinet intinya.

Mengusung capres dan cawapres yang demikian dalam pemilu sesuai dengan UUD '45, pasal 6a ayat (1) dan (2), dan menteri-menteri yang ada bukan merupakan hasil politik "dagang sapi" antara partai-partai politik. Kabinet yang demikian itu namanya "shadow cabinet" dimana Obama sebelum terpilih juga sudah punya "shadow cabinet".

Sudah terbukti calon presiden yang hanya maju sendiri tidak dapat menjalankan program kerjanya dengan baik. Karena itu rakyat harus memilih presiden bukan karena figur pribadi, melainkan yang harus dipilih adalah presiden lengkap dengan wakil presiden beserta tim kabinet intinya.


Roy B.B. Janis

1 Comment:

Anonim said...

Yang lebih penting lagi adalah jangan memilih seorang presiden yang tidak siap menerima kekalahan.
Apalagi hanya karena kalah bersaing sampai mengabaikan seorang pemimpin negara lainnya bahkan tidak mau hadir saat diundang di setiap acara kenegaraan.
Menurut saya itu sama saja dengan membangkang negara. Lebih jelas lagi bahwa seorang calon presiden yang tidak mau menerima kekalahan dengan tidak bertegur sapa dengan lawan politiknya yang menang adalah seorang egois yang ingin menjadi pempimpin karena kepentingan pribadi semata.
Hanya bisa menghujat tanpa berbuat.
Alangkah bodohnya rakyat yang masih mau memilih pemimpin berjiwa kerdil.
Kalah ya harus diterima dengan lapang dada. Sebagai umat beragama ucapkan salam atau selamat kepada yang menang.

Memang di dalam Islam tidak dianjurkan berjabatan tangan kepada lawan jenis yang bukan muhrim, tapi sekedar mengucapkan selamat itu sudah cukup.

Mudah-mudahan kehadiran PDP bisa melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang siap menerima kekalahan. Tidak berjiwa kerdil sampai-sampai tidak bertegur sapa dengan yang menang.