Selasa, Januari 13, 2009

Kasus 27 Juli: MEGAWATI DISEBUTKAN TAHU RENCANA PENYERBUAN ITU

Kasus 27 Juli
Megawati Disebutkan Tahu Rencana Penyerbuan Itu...

Megawati mengetahui


Jatuhnya korban dalam peristiwa 27 Juli 1996 sebenarnya juga bisa dicegah apabila Megawati selaku Ketua Umum PDI menghendakinya. Karena, pada halaman 150, Tambunan menegaskan, Beberapa hari sebelumnya Megawati memberitahu para pimpinan Satgas, bahwa akan terjadi pengambilalihan paksa. Megawati menerima informasi itu dari seorang pejabat tinggi militer.

Pemaparan Tambunan (RO Tambunan) itu sejalan dengan pengakuan mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI DKI Jakarta Roy BB Janis. Saat memberikan testimoni pada peluncuran buku itu (buku RO Tambunan "Membela Demokrasi"), dia mengakui ditunjuk oleh Megawati sebagai penanggung jawab keamanan kantor DPP PDI. "Saya dua hari sebelumnya diberi tahu Ibu Megawati, akan ada penyerbuan ke kantor. Karena itu, penjagaan ditingkatkan," ujarnya. Dengan peringatan itu, dia selalu berjaga-jaga di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, hingga tanggal 27 Juli 1996 dini hari. Ia juga sempat berbincang-bincang dengan sejumlah anggota Brigade Mobil (Brimob), yang kala itu berjaga-jaga di sekitar Cikini. Ia meninggalkan kantor DPP PDI sekitar pukul 05.00.

"Saya pulang karena rasanya tidak mungkin ada pengambilalihan paksa pada pagi itu. Selain sudah pagi, masyarakat sudah beraktivitas, dan jalanan di depan kantor DPP PDI sangat ramai. Jadi, dalam pemikiran saya, tak mungkin ada penyerbuan itu," tutur mantan Ketua Fraksi PDI-P DPR itu. Akan tetapi, baru tiba di rumah, Roy mengakui ditelepon Megawati yang memberitahukan kantor DPP PDI diserbu massa. "Saya langsung kembali ke kantor DPP PDI," kata dia lagi.

Menurut Roy, sebenarnya sebagai Ketua Umum PDI, Megawati bisa menghindari jatuhnya korban dalam peristiwa 27 Juli itu apabila memerintahkan satgas dan massa meninggalkan lokasi itu. Karena, tidak mungkin mereka menghadapi "serbuan" aparat. Akan tetapi, Megawati ternyata lebih menitikberatkan pilihan politik daripada pilihan kemanusiaan.

Buku Membela Demokrasi juga menjadi tempat ungkapan kekecewaan Tambunan kepada Megawati. Pada halaman 172, ia menyatakan, Megawati tak sungguh-sungguh menegakkan kebenaran dan keadilan dalam peristiwa 27 Juli. Cukuplah orang sipil yang diadili dalam kasus itu. Bahkan, Megawati berusaha memberikan uang kepada Kelompok 124, korban serbuan ke kantor DPP PDI yang diadili, agar mereka tidak terus-menerus menuntut kelompok ABRI untuk diadili.

Roy Janis melalui komentarnya pada halaman 374 buku itu juga menuliskan, Mengenai penyelesaian kasus 27 Juli yang sempat dibuka lagi di DPR pada 2003, tetapi kemudian hilang begitu saja sampai sekarang, disebabkan juga karena sikap Mega sendiri yang tidak mempunyai untuk menyelesaikan kasus ini. Salah satu contohnya, Mega memilih gubernur yang terlibat langsung kasus 27 Juli. Mega sudah mengampuni pelaku....

Roy Janis "menunjuk" Sutiyoso, yang pada saat kasus 27 Juli terjadi, menjabat Panglima Kodam Jaya. Tahun 2002, Megawati merestui Sutiyoso menjadi calon gubernur DKI Jakarta untuk yang kedua kalinya. "Saat itu saya sempat bertemu dengan Pak Sutjipto (Sekjen PDI-P). Saya diminta menjadi calon wakil gubernur DKI Jakarta, mendampingi Sutiyoso. Rekomendasi DPP PDI-P sudah ada. Tetapi, saya tidak mau," ungkap Roy.

Tambunan juga menuliskan di halaman 163 bukunya, dia tahun 2002 ditelepon Sutiyoso dan diajak bertemu. Dalam pertemuan di kantor Gubernur DKI Jakarta, RO Tambunan diminta mendukung pencalonan kembali Sutiyoso. Tambunan tak memberikan jawaban. Namun, di surat kabar, Sutiyoso membantah telah bertemu Tambunan.

Dalam buku setebal 396 halaman itu, Tambunan juga menyebutkan sejumlah nama yang diduga terlibat kasus 27 Juli, termasuk Susilo Bambang Yudhoyono dan Sudi Silalahi, yang proses hukumnya belum tuntas. Ia memang melontarkan sangkaan, yang diyakininya sebagai fakta dan sejarah. Tinggal kini menunggu jawaban dari mereka yang disebutkan itu melalui buku sehingga ada obyektivitas sejarah bagi generasi berikut

0 Comments: